Mimpi Unik Okada Menjadi Penyapu Sampah Luar Angkasa



Mitsunobu Okada punya mimpi yang unik. Pendiri Astroscale ini ingin perusahaannya menjadi pengumpul sampah profesional pertama di luar angkasa, membersihkan ribuan serpihan roket dan satelit di atas langit.

Bermarkas di sebuah pusat industri yang kusam, kantor Astroscale di Tokyo sepertinya berada di lokasi yang tepat untuk perusahaan yang sedang berusaha memasuki bisnis pengelolaan sampah.

Hanya di bagian dalamlah terdapat tanda-tanda bahwa pendirinya, Mitsunobu Okada, bercita-cita untuk menjadi lebih dari tukang sampah biasa: foto planet menghiasi pintu ruang rapat, satelit tiruan teronggok di salah satu sudut, dan kaus biru tua yang dikenakan Okada saat menyambut tamu-tamunya bertuliskan slogan perusahaannya, Space Sweepers atau Penyapu Angkasa.

Okada adalah wirausaha muda yang memiliki visi menciptakan perusahaan pengumpulan sampah pertama yang akan membersihkan roket dan satelit usang yang telah mencemari atmosfer sejak Sputnik 1, satelit artifisial Bumi pertama, diluncurkan ke orbit pada 1957 dan memulai era penjelajahan luar angkasa.

Pengusaha visioner berusia 44 tahun ini meresmikan Astroscale empat tahun lalu dengan keyakinan bahwa agensi-agensi antariksa saat ini masih sangat lambat dalam menghadapi persoalan yang bisa ditangani lebih cepat oleh perusahaan swasta yang, meski kecil, dimotivasi oleh laba.

"Mari kita akui, pengelolaan sampah luar angkasa bukan bidang yang 'seksi' bagi agensi antariksa untuk meyakinkan para pembayar pajak agar mengalokasikan uang," seloroh Okada. "Terobosan saya adalah memutuskan bagaimana menjadikan ini sebagai bisnis."

Okada menempatkan markas besarnya di Singapura, yang menurutnya "ramah" bagi bisnis pemula, tetapi membangun pesawat luar angkasa di tanah airnya di Jepang, di mana ia bisa menemukan lebih banyak insinyur.

Memang, selama setengah abad terakhir, orbit terendah Bumi telah disesaki beragam sampah luar angkasa. Itu sebabnya, sejumlah agensi mengeluarkan peringatan pada pesawat antariksa yang memiliki awak agar mewaspadai bahaya tumbukan.

U.S. Air Force telah menghitung sekitar 23.000 keping sampah luar angkasa yang berukuran cukup besar untuk dideteksi dari darat - setidaknya 10 centimeter atau lebih besar. Sejumlah ilmuwan menduga ada puluhan juta partikel yang lebih kecil, misalnya sekrup atau gumpalan pendingin mesin yang membeku, yang sulit dibedakan dari Bumi.

Keping-keping terkecil sekalipun bergerak di orbitnya dengan kecepatan cukup tinggi, dan berpotensi menjadi proyektil mematikan. Pada 1983, pesawat luar angkasa Challenger kembali ke Bumi dengan lekukan sebesar kacang polong di kaca depan akibat benturan dengan serpihan cat yang mengelupas.

Saat ini, banyak rencana tengah dibuat untuk menjadikan orbit rendah Bumi semakin sibuk - terutama bagi kemajuan dunia komunikasi.

SpaceX dan OneWeb, misalnya, sedang menciptakan jejaring baru yang luas dan terdiri dari ratusan atau bahkan ribuan satelit untuk menyediakan koneksi internet dan cakupan telepon seluler global.

Pertumbuhan lalu lintas luar angkasa ini tentu meningkatkan risiko benturan yang juga bisa mengganggu komunikasi, seperti pada 2009 ketika sebuah satelit Russia yang sudah usang membentur satelit komunikasi swasta Amerika, menyebabkan gangguan singkat pada pengguna telepon satelit.

"Jika kita tidak mulai menyingkirkan benda-benda luar angkasa ini, populasi sampah akan terus meningkat dan mempengaruhi pengoperasian satelit," tegas William Ailor, peneliti di Aerospace Corporation, pusat riset dan pengembangan yang didanai pemerintah federal di California.

Di sinilah Okada melihat peluang. Mantan pejabat pemerintah dan wirausaha internet itu pernah bergabung dengan U.S. Space Camp di U.S. Space and Rocket Center saat remaja. Kemudian, ia kuliah bisnis di Purdue University, yang merupakan almamater idolanya, Neil Armstrong.

Okada telah menyusun sejumlah rencana untuk menghasilkan uang dari pembersihan sampah luar angkasa. Tahun lalu, Astroscale berencana meluncurkan satelit seberat 25 kilogram yang disebut IDEA OSG 1 bersama sebuah roket Rusia.

Satelit itu akan membawa panel-panel yang dapat mengukur jumlah benturan dari sampah yang bahkan berukuran kurang dari 1 milimeter. Lantas, Astroscale akan menggunakan data ini untuk menyusun "peta sampah" yang mendetail di berbagai ketinggian dan lokasi, yang kemudian dapat dijual kepada operator satelit dan agensi antariksa.

"Kami perlu mendapat penghasilan di tahap awal, bahkan sebelum proses pembuangan sampah yang sesungguhnya, untuk membuktikan bahwa kami ini komersial, layaknya sebuah bisnis," kata Okada, yang menambahkan bahwa ia sudah mengantongi 43 juta dolar AS dari para investor.

Langkah yang lebih ambisius direncanakan untuk tahun 2018 ini, ketika Astroscale akan meluncurkan pesawat ELSA 1. Berukuran lebih besar dari pendahulunya, ELSA 1 akan dilengkapi sensor bermanuver yang memungkinkannya melacak dan menangkap serpihan sampah.

Astroscale juga akan menerapkan pendekatan ringan dan sederhana untuk "menangkap" sampah angkasa, yaitu lem. Mereka bekerja sama dengan sebuah perusahaan kimia Jepang untuk menciptakan perekat khusus yang akan membungkus sebuah permukaan datar seukuran piring makan di ELSA 1.

Jadi, bayangkan saat pesawat ini bertumbukan dengan sekeping sampah angkasa. Sampah itu akan langsung merekat pada badan pesawat dan ikut diseret keluar dari orbit. Lantas, ELSA 1 dan sampah-sampah yang diangkutnya akan terbakar ketika kembali memasuki atmosfer Bumi.

Sekarang, persoalan selanjutnya adalah biaya operasional.

Okada sudah memikirkannya. Menurutnya, kunci menekan biaya puluhan atau bahkan ratusan juta dolar AS adalah mengurangi berat benda yang akan dikirim ke luar angkasa. Bahan perekat ELSA 1, misalnya, hanya akan memiliki berat beberapa ons, jauh lebih ringan daripada teknologi lain, seperti lengan robotik yang beratnya 50 kilogram.

Para insinyur di Astroscale juga dikabarkan telah menemukan cara untuk menurunkan bobot pesawat sampai 100 kilogram - menjadikannya jauh lebih ringan daripada pesawat lain yang selama ini diusulkan untuk menjadi pembersih sampah luar angkasa.

"Di Amerika Serikat, para insinyur luar angkasa lebih berminat terhadap misi ke Mars, bukan pengelolaan sampah," kata Okada. "Dan karena Jepang tidak memiliki banyak misi antariksa yang menarik, para insinyur tertarik pada gagasan saya."


Dari Sapu Laser Sampai Alat Penombak

Harapan untuk dapat membersihkan sampah dari orbit bukan hal baru.

Beberapa tahun belakangan, masalah sampah luar angkasa menjadi kian mendesak sehingga sejumlah agensi dan perusahaan antariksa menawarkan puluhan konsep untuk membersihkan orbit rendah Bumi.

U.S Air Force pernah mengajukan gagasan "sapu laser" - yakni penembakkan laser dari darat untuk menguapkan sebuah titik di permukaan benda, menciptakan embusan yang akan bertindak sebagai mesin untuk mendorongnya ke lapisan atmosfer di bawah.

Gagasan lain yang tak kalah unik adalah lengan robotik, jala mekanis, sampai penombak sampah. Namun, tantangan terbesar adalah membuat pesawat antariksa tak berawak yang bisa melacak dan meraih benda tak dikenal yang bermanuver dengan kecepatan 27.000 km/jam.

"Ini bisa diibaratkan seperti menangkap pemain hoki es yang sedang meluncur kencang di gelanggang," kata Raymond J. Sedwick, profesor teknik antariksa di University of Maryland. "Namun, di luar angkasa, 'pemain hoki' itu sebesar mobil."

Apalagi, lanjut Sedwick, pesawat tak berawak itu harus melakukannya dengan kendali jarak jauh, penerangan yang buruk, data sensorik yang terbatas, dan tenggat waktu yang ketat. Sungguh tantangan besar.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👷👸👳👲👱👮👴👵👷

Selama Bulan Puasa Penghasilan Pengemis Ini Rp. 90 Juta

Ts'ai Lun, Penemu Kertas

Mengenal Komunitas Rajut Kejut

Mengenal Komunitas Yoga Gembira

Angka Penderita Diabetes di Indonesia Semakin Meningkat