Bentara Budaya Jakarta Wadah Pecinta Seni
Lembaga kebudayaan, begitu istilah yang disematkan pada Bentara Budaya Jakarta (BBJ). Unik, lebih dari sekedar galeri seni, BBJ merupakan rumah dan panggung para pencinta seni dari berbagai dimensi kesenian.
Tak hanya filosofinya yang mendalam, namun juga konsep BBJ memiliki makna tersendiri. Arti kata Bentara sendiri adalah utusan. Para pendiri BBJ memiliki visi dan misi ingin Bentara Budaya bisa menjadi perutusan budaya Indonesia dengan cara memberi ruang apresiasi terhadap segala bentuk kesenian, baik kesenian yang dulu pernah ada dan terpinggirkan maupun kesenian kontemporer.
Paulina Dinartisti, Manajer Bentara Budaya Jakartamenjelaskan, bahwa dalam hal ini BBJ memfasilitasi agar kesenian yang pernah tumbuh tidak kemudian menjadi hilang.
Lebih rinci Dinar, begitu wanita paruh baya ini akrab disapa, menceritakan awal berdirinya BBJ yang merupakan bukan sesuatu yang disengaja. Karena para pemrakarsanya yang tak lain adalah pendiri Kelompok Kompas Gramedia (KKG) yaitu P.K. Ojong dan Jacob Oetama menyukai benda-benda seni dan memiliki banyak koleksi seperti lukisan, patung, benda-benda kayu, dan lainnya. Semakin lama jumlah koleksinya semakin bertambah banyak, namun sayang tidak ada tempat dan tidak ada orang yang bisa menangani semua itu.
Tahun 1982 di Yogyakarta ada sebuah lahan milik Kompas yang tak terpakai dan hendak dijadikan toko roti oleh pimpinan. Hal itu didengar oleh seniman di sana, mereka mengajukan bisa tidak tempat tersebut digunakan sebagai wadah berkumpulnya seniman. Kedua pendiri KKG setuju dan jadilah tempat itu sebagai apresiasi seniman lokal.
Berjalannya waktu melihat respons seniman cukup baik dalam menerima Bentara Budaya Yogyakarta, tahun 1986 dirintislah Bentara Budaya Jakarta persis di depan gedung KG. Karena lokasinya lebih luas, di BBJ inilah semua koleksi benda seni tersebut diserahkan ke BBJ untuk kemudian dikelola dan dipamerkan pada masyarakat luas.
Menyusul kemudian Bentara Budaya di Solo dan Bali. Dibawah manajemen yang sama, kegiatannya pun sama-sama di bidang seni. Yang membedakan, Bentara Budaya di tiga daerah unsur lokalnya lebih kental sesuai tradisi setempat, sementara BBJ lebih heterogen mengingat masyarakat Jakarta yang juga beragam latar belakang budaya serta perkembangan modernitas seninya lebih cepat dibanding ketiga daerah tersebut.
Keunikan lain dari BBJ adalah bentuk bangunannya yang khas berupa Rumah Kudus asli. Karena memang pendiri Bentara Budaya sangat mengagungkan tradisi. Sekitar tahun 1984 atau 1985 pimpinan KKG ditawari rumah Kudus oleh pemuka agama di sana yang memang rumah adat tersebut saat itu tinggal 4 buah saja yang orisinil dan besar.
"Pembelian rumah Kudus ini merupakan salah satu bentuk apresiasi BBJ dalam merawat tradisi," kata Dinar menegaskan.
Rumah Kudus berbentuk knock down ini didatangkan langsung dari Kudus. Sebuah bangunan monumental yang multifungsi. Kendati berumur ratusan tahun namun fisiknya masih kokoh dengan kondisi yang mengagumkan. Bangunan ini merupakan gagasan H. Ridwan Noor awal abad ke-20 yang diukir dan dikerjakan oleh seniman-seniman ukir selama lima tahun untuk melengkapi ukiran atau relief rumah unik ini.
Warisan yang dimiliki secara turun temurun tiga generasi milik Furqon Noor ini terdiri dari tiga ruang utama. Bagian depan disebut Jogo Satru, di belakangnya disebut Gedongan, dan sisi kiri kanan disebut Pawon.
Selain Rumah Kudus, ada bangunan penunjang di sisi kiri dan kanan yang merupakan karya desain YB Mangunwijaya sengaja dibuat ornamen kayu dan batu, mendekati konsepnya Rumah Kudus. Bangunan kembar bertingkat ini berfungsi sebagai ruang pameran yang menampilkan koleksi BBJ. Benda koleksi dipamerkan secara berkala sesuai tema, misalnya lukisan, kain, atau benda-benda artefak seperti guci dan keramik.
Di belakang Rumah Kudus terdapat ruang serbaguna tempat berbagai kegiatan budaya, pameran seni, seminar, diskusi peluncuran buku dan lainnya. Di halaman muka Rumah Kudus yang cukup luas sering pula digelar berbagai kegiatan seni.
Benda koleksi sebagian besar memang milik P.K. Ojong dan Jacob Oetama. Ada sejumlah lukisan karya pelukis ternama seperti Potret Diri karya Affandi tahun 1981 yang terbuat dari cat minyak di atas kanvas dengan ukuran 65x50 cm. Ada pula lukisan karya Hendra Gunawan, berjudul Topeng yang dibuat tahun 1968 dengan ukuran 72x98 cm, dan banyak lagi. Koleksi keramik pun tak kalah uniknya, ada piring porselen dari Dinasti Ching abad ke-18 berdiameter 38,1 cm, ada pula guci peninggalan Dinasti Tang abad 7-8, dan banyak lagi yang lainnya.
Lukisan dan keramik memang mendominasi dibandingkan koleksi lainnya berupa patung, benda kayu, wayang, dan kain tradisi.
Selain Galeri Sisi ada kegiatan-kegiatan reguler setiap bulannya, kadang ada pameran, pentas teater, pentas musik, pemutaran film, pameran kerajinan dan tradisi. Kegiatan ini tidak hanya dilakukan oleh BBJ tetapi juga di Bentara Budaya lainnya di tiga daerah.
Dinar mengakui tidak mudah menjaga eksistensi seni di era sekarang yang penikmat seni jenjangnya sudah jauh sekali, tetapi BBJ selalu berupaya bagaimana terus menampilkan apa yang dipamerkan itu, orang tidak melihat hanya sekedar bendanya, tapi historinya pun ikut digali. Misalnya lukisan Affandi, apa dan siapa Affandi itu, bagaimana perannya dalam dunia seni rupa di Indonesia, dan informasi penting lainnya seputar kiprah beliau.
Dalam setiap kegiatan, pihak BBJ selalu mengundang berbagai siswa sekolah hingga mahasiswa. Acara selalu gratis agar lebih banyak pengunjung yang berkesempatan untuk datang dan menikmati sajian seni persembahan BBJ ini. Diharapkan pengunjung mendapatkan wawasan dari sisi yang berbeda, jadi ajang belajar untuk mereka.
Misalnya dalam pameran kain atau tenun, BBJ bukan hanya memajang hasil temuannya saja, tetapi alat tenunnya juga dipamerkan dan prosesnya ditampilkan di sini. Sehingga pengunjung mengenal secara utuh proses pembuatan sebuah tenun. Sedapat mungkin, koleksi yang ditampilkan tidak hanya wacana tapi juga visualnya ada. Hal ini semata memberikan pada masyarakat pengunjung BBJ bahwa ada proses pembelajaran mengenal lebih yang diinginkan.
Setiap jengkal yang ada di BBJ ini tentu saja memiliki nilai historis yang tinggi. "Nilai historisnya tidak bisa diukur dengan rupiah ataupun secara ekonomi, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah ini kan proses pewarisan salah satu ilmu pengetahuan di bidang seni budaya, ini investasi luar biasa. Inilah concern Bentara Budaya, yang menampilkan karya para seniman," papar Dinar.
Sebagai pengelola, pihaknya sangat berharap tentu saja apa yang BBJ tampilkan dan bagikan bisa bermanfaat besar dan diambil nilai positifnya oleh masyarakat luas. Banyak orang mengatakan ayo cintai budaya Indonesia, ayo cintai tradisi Indonesia, ayo kembangkan kesenian Indonesia, tapi itu hanya sebatas slogan, sementara individunya sendiri tidak melakukan itu.
"Harapannya orang yang tahu dan orang yang sudah datang ke BBJ bisa membagi apa yang dia dapat dari sini kepada orang lain, tidak hanya disimpan untuk dirinya sendiri. Bisa diceritakan ke orang lain," pungkas Dinar.
Bentara Budaya Jakarta
Jalan Palmerah Selatan No. 17 Jakarta Pusat, DKI Jakarta 10270
Telp. (021) 5483008, 5490666 ext. 7910-13
Fax. (021) 53699181
Website: www.bentarabudaya.com
Email: bbj@bentarabudaya.com
Komentar