Backpacker Indonesia - Menjelajah Dunia Bersama-sama

Ingin berkunjung ke destinasi favorit, teman liburan pun tak ada? Bergabunglah dengan komunitas ini, dan temukan keseruan wisata yang bersahaja, tapi tanpa mengurangi makna.

Travelling ala backpacker adalah cerita seorang manusia, bagaimana dia menikmati sebuah proses perjalanan menuju objek wisata.

"Inilah kenikmatan, keseruan, obsesi, dan pencarian sifat-sifat humanis yang hilang di kota besar, menjadi sebuah cerita utama dari travelling ala backpacker," tandas Ronald Tobing (35 tahun), Ketua Backpacker Indonesia.

"Jadi, hakikat dari keindahan objek wisata adalah bonus dari travelling ala backpacker," ungkap pria yang berprofesi sebagai konsultan HR & Legal ini. Ronald sendiri sudah mengunjungi sebagian besar wilayah Indonesia barat dan objek wisata populer di Indonesia tengah dan timur.

Karena itulah, komunitas Backpacker Indonesia (BPI) dibentuk, agar pemuda-pemudi lebih mencintai alam Indonesia, mengembangkan potensi wisata alam, serta menjadi komunitas yang berguna bagi bangsa dan sesama melalui sejumlah bakti sosial.

Momen kelahiran BPI yang dibentuk secara resmi pada 25 Pebruari 2012 ditandai dengan jumlah anggota awal 80 orang.

Dua tahun kemudian, tepatnya April 2014, terbentuk susunan pengurus secara utuh. Tahun yang sama, para anggota BPI dari beberapa region di Jakarta sepakat "kopi darat" di Monas.

Pada saat itulah, mereka mengukuhkan BPI Regional Jabodetabek dan mengesahkan logo Backpacker Jabodetabek yang dibuat oleh Omar sebagai pengingat visi dan misi bersama. Logo tersebut berupa lingkaran berisi peta dunia dan seekor kura-kura hijau yang membawa bendera.

Ternyata, seluruh elemen dalam logo tersebut memiliki makna.

Menurut Indri Pangestika Rizki yang akrab disapa Indy, kura-kura dipilih karena sebagai makhluk yang hidup di dua habitat - air dan darat - kura-kura mampu bertahan di manapun karena dia memiliki cangkang untuk perlindungan.

"Demikian halnya seorang backpacker, yang harus mampu beradaptasi di laut, gunung, perkotaan, pedesaan, sehingga di manapun dia berada, dia bisa menikmati apa pun yang ada," jelas Indy.

Sementara itu, warna hijau melambangkan keharmonisan backpacker dengan siapa pun dan di mana pun. Bendera merah-putih yang dibawa si kura-kura melambangkan seorang backpacker yang selalu menjunjung tinggi bangsa dan negara ketika melakukan perjalanan.

Terakhir, bentuk logo yang berupa lingkaran membawa makna penyatuan semua etnis, budaya, suku, dan agama.

Salah satu anggota komunitas yang kini aktif menjadi pengurus adalah Robertus Bellarmino B.S.

Karyawan swasta berusia 40 tahun ini pertama dengan BPI bergabung melalui website karena alasan sederhana: ingin merasakan bepergian dengan sistem backpacking.

Menurut Robertus, destinasi terjauh yang telah dia capai sebagai backpacker adalah Danau Kelimutu di Nusa Tenggara Timur, bersama 14 orang anggota BPI dengan sistem sharing cost. Lama perjalanan mereka 12 hari.

Kini, BPI hadir di banyak provinsi di Indonesia - Aceh sampai Maluku, dari Bengkulu sampai Flores - dengan anggota mencapai jutaan.

"Kami berencana mengadakan silaturahmi nasional bersama seluruh anggota BPI yang ada di Indonesia melalui BPI di setiap daerah untuk kumpul bersama di Jakarta tahun 2019 nanti," tandas Ronald.

Aktivitas mereka, baik reguler maupun non-reguler, di antaranya adalah "kopi darat" setiap bulan dan gathering nasional bersama seluruh regional di lokasi yang berbeda setiap tahun.

Positifnya, para anggota BPI tak hanya gemar melancong. Mereka juga suka menjadi sukarelawan untuk tanggap bencana di berbagai daerah, serta membuat sejumlah kegiatan sosial yang dapat menginspirasi anak muda.

Aturan main komunitas ini antara lain tidak mengomersialkan BPI, seperti membuka open trip dan mengambil keuntungan pribadi dari sesama teman komunitas.

Selain itu, tidak diperkenankan pula mengatasnamakan komunitas untuk mendapat fasilitas menginap tanpa konfirmasi ke humas regional terlebih dulu.

Ronald mengaku, tantangan terbesar dalam mengelola komunitas ini adalah mengedukasi para anggota agar dapat bersinergi antara menikmati perjalanan ala backpacker dan menjaga alam yang dikunjungi.

"Kemudahan melakukan perjalanan masih tidak diimbangi kesadaran para traveller dalam menjaga alam dari objek wisata yang didatangi, seperti vandalisme di atas gunung dan kerusakan karang laut," ungkap Ronald.

Manfaat yang paling dirasakan dalam berkomunitas, menurut Ronald, adalah memiliki banyak teman di berbagai daerah dan bisa pergi ke suatu tempat dengan dana minim.

Dari Sabang sampai Merauke pernah dijelajahi anggota komunitas, bahkan hingga Eropa dan Timur Tengah. Meski destinasi favorit berbeda-beda, perjalanan mereka lebih dominan di gunung dan laut ketimbang city tour.

Manfaat yang sama dirasakan Indy. "Ke manapun kami pergi, selalu ada banyak orang yang membantu," ujarnya.

"Misalnya, ketika berwisata ke Padang, kami bisa menginap di rumah anggota yang ada di sana, dipinjamkan kendaraan, diberi banyak kenyamanan, dan bisa berkumpul bersama teman-teman dari berbagai daerah," cerita Indy.

"Selain itu, berkomunitas membuat wawasan bertambah luas karena mendengar kisah-kisah inspiratif berbagai macam orang. Saya juga menjadi lebih sabar karena mengenal banyak sifat," pungkas Indy.


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👷👸👳👲👱👮👴👵👷

Selama Bulan Puasa Penghasilan Pengemis Ini Rp. 90 Juta

Ts'ai Lun, Penemu Kertas

Mengenal Komunitas Rajut Kejut

Mengenal Komunitas Yoga Gembira

Angka Penderita Diabetes di Indonesia Semakin Meningkat