Mengenal Komunitas Rajut Kejut



Ada banyak cara untuk mengekspresikan diri. Salah satunya lewat rajutan bernilai seni. Manfaat pun bertambah saat karya tersebut bisa tampil di ruang publik, seperti dilakukan komunitas unik ini.

Lima orang tampak asyik bercengkerama di sebuah meja. Sambil mengobrol, tangan-tangan mereka bergerak lincah, memainkan benang dan jarum dalam satu gerakan khusus: merajut.

Di meja lain, tampak jumlah perajut yang lebih banyak. Usia mereka lebih senior, bahkan termasuk lansia. Namun, gerak tangan mereka tak kalah cekatan dalam menghasilkan karya rajut aneka bentuk.

Itulah gaya hangout para pencinta rajut yang tergabung dalam Rajut Kejut. Di sebuah mall di bilangan Jakarta Selatan, komunitas yang beranggotakan ibu muda sampai oma-oma ini rutin melakukan pertemuan setiap Rabu.

Komunitas yang dikomandani Harjuni Rochajati (52 tahun) ini mulai aktif pada 2014. Bersama sembilan rekan lain, Ati - begitu wanita ini akrab disapa - memutuskan membentuk komunitas khusus para perajut.

Tak hanya merajut bersama, komunitas ini kerap menampilkan karya di ruang publik.

Proyek pertama mereka adalah "membungkus" dua bangku taman depan Museum Nasional dengan rajutan pada 17 Agustus 2014. Setelah itu, pada 15 Februari 2015, mereka merajut kolase karpet berbentuk hati yang dibentangkan di Jl. MH. Thamrin, Jakarta Pusat, dalam rangka Hari Kasih Sayang.

Bentuk ekspresi Rajut Kejut pun semakin unik. Pada 18 Agustus 2015, komunitas ini "membungkus" bemo dengan rajutan mereka, sebagai wujud kepedulian terhadap kendaraan yang nyaris punah tersebut.

Yang tak kalah fenomenal, setahun setelah itu, juga pada Hari Kemerdekaan, para perajut ini ramai-ramai mendekorasi sebuah gerbong dalam KRL commuter line! Lewat aksi tersebut, komunitas ini menunjukkan apresiasi atas peningkatan pelayanan Kereta Api Indonesia.

Dari mana sih, inspirasi nama dan aksi Rajut Kejut?

"Kami terinspirasi aksi yarn bombing di berbagai belahan dunia," ujar Ati. "Yarn bombing adalah bagian dari seni jalanan yang menggunakan materi benang untuk menarik perhatian masyarakat dengan tujuan tertentu."

Karena itu, lanjut Ati, aksi Rajut Kejut biasanya muncul sebagai sebuah reaksi untuk mengungkapkan kepedulian terhadap sebuah kejadian ataupun fenomena.

Mengenai nama komunitas yang unik, Ati mengaku sengaja mencari nama yang mudah diingat. "Karena tujuan yarn bombing adalah membuat surprise, maka tercetuslah nama Rajut Kejut," seloroh Ati, yang juga merelakan rumahnya dijadikan markas komunitas.

Selain menggelar aksi kejutan, komunitas Rajut Kejut juga aktif mengikuti sejumlah pameran.

Contohnya? Pameran Wastra Merah Putih pada Agustus 2017, yang bertempat di Museum Tekstil Jakarta. Pameran ini diadakan Komunitas Wastra Indonesia, perkumpulan untuk para pencinta kain tradisional.

Mereka juga pernah berpartisipasi dalam Pameran Tulang Punggung yang berlangsung pada 15 Desember 2017-20 Januari 2018. Pameran seni rupa ini menggelar hasil riset tentang kondisi buruh perempuan di Indonesia.

Para perajut ini juga suka berkegiatan sosial, seperti memberi pelatihan merajut untuk pasien kanker RS Siloam Semanggi saat peringatan Hari Kanker Sedunia, dan membuat 30 kupluk rajutan untuk Rumah Singgah Valencia, sebagai bentuk kepedulian pada anak-anak penderita kanker.

Apa sih, tips membuat rajutan yang baik?

Ternyata, selain jarum dan benang, niat dan kerajinan menjadi kunci. Karena itu, setiap komunitas ini melakukan kopi darat, mereka tak hanya merajut tas atau taplak untuk masing-masing. Pasti ada juga keseruan lain saat mereka berbagi ilmu dan saling menyemangati.

Sisca J.E. (44 tahun), adalah salah satunya. Meski pernah belajar merajut saat SMP, tapi baru-baru ini saja, setelah bergabung bersama komunitas Rajut Kejut, ia merasakan kenikmatan dalam merajut.

"Merajut itu melatih kesabaran dan ketekunan. Kalau sendirian, biasanya justru lebih lama karena cepat bosan," tutur Sisca. "Nah, kalau merajut bareng teman-teman jadi cepat selesai. Inilah enaknya komunitas."

Saat ini, di Rajut Kejut, Sisca kebagian tugas mengkoordinasi data para perajut yang ikut dalam proyek, mengurusi administrasi, dan hal-hal lain di luar urusan rajut-merajut.

Sementara itu, Tante Yeti, begitu salah satu senior di komunitas ini biasa disapa, mengaku sudah 40 tahun berkarya di bidang kerajinan seperti sulam, kristik, dan merajut.

"Semoga semakin banyak yang suka merajut, dan semakin banyak yang bergabung di Rajut Kejut," ujar Tante Yeti.

Kini, eksistensi Rajut Kejut kian diakui sebagai sebuah komunitas yang menghasilkan karya seni.

Selain bisa ikut pameran dan diberi ruang berekspresi, mereka juga kerap mendapat donasi untuk material rajut. Saat aksi yarn bombing berlangsung sukses, mereka juga mendapat sorotan positif di berbagai media.

"Semua itu tak terpikir sebelumnya. Awalnya, komunitas ini dibuat hanya untuk seru-seruan para perajut, yang memang sudah rutin berkarya untuk diri sendiri," tandas Ati. "Kami tidak punya target, karena kami berkreasi dengan gembira."

"Selain hobi, merajut bisa menambah pemasukan karena hasilnya bisa dijual. Merajut juga melatih kesabaran, bahkan juga bentuk terapi," tandas Ati. "Kalau lagi kesal, coba deh merajut. Pasti kesalnya hilang."


Komunitas Rajut Kejut

Rajut Kejut merupakan komunitas yang cair. Tidak ada pengurus secara formal, keanggotaannya pun terbuka dan tidak mengikat. Umumnya, anggota komunitas membawa peralatan rajut sendiri, seperti benang, jarum dan pola. Tertarik?
Cek media sosial mereka di:

Facebook: Rajut Kejut
Instagram: @rajut_kejut


Komentar

Paling Banyak Dibaca 👷👸👳👲👱👮👴👵👷

Selama Bulan Puasa Penghasilan Pengemis Ini Rp. 90 Juta

Ts'ai Lun, Penemu Kertas

Mengenal Komunitas Yoga Gembira

Angka Penderita Diabetes di Indonesia Semakin Meningkat