Teman Kelinci Wadah untuk Memahami Dunia Kelinci
Berawal dari kebiasaan berbagi foto di Instagram, Taman Kelinci kini menjadi wadah berbagi tips dan cerita bagi para penyayang kelinci.
Bermula dari media sosial, berakhir di komunitas.
Semua berawal dari sebuah foto kelinci dalam kondisi menyedihkan. Hewan tersebut tinggal di kandang kecil dan sudah berkarat, diberi wortel sangat banyak (padahal ini bukan makanan utamanya), dan tidak diberi air minum.
Foto yang diunggah di media sosial tersebut menjadi viral, bahkan sampai ke kalangan pencinta kelinci di luar negeri. Sejumlah orang tergerak untuk bertindak. Mereka membuat grup, menghubungi si pemilik kelinci di foto, dan memberitahunya cara merawat kelinci yang baik.
Aksi itu berhasil. Sang pemilik menyadari kesalahannya dan mengganti kandang serta pakan peliharaannya. Ini menjadi cikal bakal terbentuknya Teman Kelinci.
"Dari kasus tersebut, kami sadar masih banyak masyarakat yang belum memahami cara merawat kelinci. Karena itu kami putuskan untuk berbagi edukasi seputar pemeliharaan kelinci melalui Instagram," papar Lisa Juliana (29), Ketua Teman Kelinci.
Nama "Teman Kelinci" dipilih bukan tanpa alasan. Lisa memaparkan, kata "teman" bertujuan membuat orang dapat menganggap dan berinteraksi dengan kelinci sebagai teman dan keluarga.
"Nama tersebut juga simpel tapi mudah diingat, dan mengandung makna yang sesuai visi misi komunitas," tutur Lisa.
Akun @temankelinci diluncurkan di Instagram pada 21 Maret 2016. Tak lama, mereka berkesempatan mengikuti Expo 2016. Inilah pertama kalinya komunitas tersebut memperkenalkan diri ke publik.
Bersama Lisa, sejumlah penyayang kelinci lain ikut andil dalam mengurus komunitas ini, yakni Annisa Dian, Amanda Widyanti, Juliana, Julia, Margaretha Chan, Clarissa Tjahjadi, dan Ignatieva Valentina.
Komunitas Teman Kelinci terbuka untuk siapa saja yang menyukai dan memelihara hewan tersebut, yang dikenal dengan istilah bunparents. Saat ini, jumlah bunparents di grup WhatsApp dan LINE Square sudah mencapai 200 orang.
Meski demikian, Lisa menegaskan ada aturan main dalam berkomunitas yang harus dipatuhi, salah satunya adalah tidak menjual kelinci atas nama Teman Kelinci.
"Kami bukan shelter, rescue, foster, vet, maupun LSM," tandas Lisa. "Teman Kelinci hadir untuk mengubah persepsi masyarakat Indonesia tentang kelinci rumahan dan mengedukasi tentang perawatan kelinci rumahan yang baik sehingga mereka dapat berumur panjang."
Ternyata, mengedukasi pemilik kelinci bukan hal mudah.
Sering kali, Lisa dan kawan-kawan menemui pemilik yang keras kepala. Ada juga pemilik yang dengan mudah membuang kelincinya ketika tidak mau merawatnya lagi.
Namun, Lisa mengaku tak ada yang lebih menyenangkan dari mendapati bahwa semakin banyak orang kini mengetahui dan menjalankan cara merawat kelinci yang benar.
"Sungguh kebahagiaan tak terhingga kala melihat masyarakat mulai peduli dan antusias untuk mengetahui cara merawat kelinci yang benar, serta mempraktikkannya," ujar Lisa.
Di Teman Kelinci, para anggotanya bisa memperluas pergaulan dan saling berinteraksi. Itulah yang mendorong Margaretha Chan bergabung satu tahun lalu.
"Sejak awal pelihara kelinci, saya tak punya teman untuk curhat dan bertukar pikiran," kenang Margaretha. "Saya melihat, Teman Kelinci bisa menjadi wadah bagi pemula untuk mendapat solusi atau jawaban atas pertanyaan seputar dunia kelinci."
Kini, Margaretha ikut aktif mengurus berbagai event Teman Kelinci. Ia mengaku mendapat banyak hal dari aktivitasnya, di antaranya mengenal banyak orang dengan berbagai latar belakang, baik ekonomi maupun sosial.
"Tidak semua orang kaya memperlakukan hewan peliharaannya dengan layak. Sebaliknya, tidak semua orang kurang mampu memperlakukan hewannya dengan tidak layak," ungkap Margaretha.
Margaretha juga mengaku belajar berempati dengan orang lain, dan memahami bahwa setiap orang punya cara masing-masing untuk memelihara hewan kesayangan.
Ia juga mendapati bahwa orang Indonesia kurang suka membaca, sehingga jika ada apa-apa langsung bertanya, padahal tema tersebut sudah beberapa kali dibahas.
"Administrator grup sampai kewalahan menjawab banyak pertanyaan yang itu-itu lagi. Akhirnya, kami buat hashtag khusus, seperti #edukasitemankelinci," jelas Margaretha.
Memelihara kelinci menuntut waktu, tenaga, dan biaya.
Namun, hewan tersebut juga akan memberikan kebahagiaan bagi pemiliknya, yaitu ketika mereka menunjukkan rasa sayang dan percaya. Ya, bukan hanya anjing dan kucing yang bisa jadi teman baik manusia!
Karena itu, saat di ruang publik, Margaretha dan para sahabat dari Teman Kelinci sering membawa kelinci mereka. Tujuannya? Menunjukkan bahwa jika dipelihara dengan layak, kelinci juga bisa bonding dengan manusia.
Komentar