Seperti Apakah Transportasi Publik Masa Depan Kita?
Revolusi industri keempat diyakini membawa gejolak, tetapi juga membuka peluang sangat besar pada sektor otomotif. Pelaku industri otomotif harus bergerak lebih cepat untuk mempersiapkan diri menghadapi revolusi industri keempat ini.
Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat meresmikan pembukaan pameran otomotif Indonesia International Motor Show (IIMS) 2018 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018). Hadir dalam acara ini Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, CEO Kompas Gramedia Lilik Oetama, dan para petinggi agen pemegang merek (APM) kendaraan bermotor peserta pameran.
Sehubungan IIMS tersebut, bagi Anda peminat dunia otomotif, simak dan teropong mengenai bagaimana masa depan dari transportasi publik.
Sistem transportasi yang baik adalah keniscayaan bagi kehidupan masyarakat modern. Kemajuan teknologi pun menawarkan berbagai cara untuk mengubah wajah transportasi publik masa depan. Selain bus tanpa sopir, apa lagi yang tengah digodok jasa transportasi publik saat ini?
Sebuah bus listrik merayap pelan dengan kecepatan 12 kilometer per jam, ketika sebuah van putih memotong dari samping. Bus langsung melambat, seperti yang terjadi saat pengemudi menginjak rem. Setelah van itu pergi, bus pun kembali melaju.
Tak ada yang tampak aneh dari kejadian ini, kecuali bahwa bus tersebut tidak punya pengemudi. Ia tidak memiliki pedal rem dan gas, maupun roda kemudi. Jadi bagaimana bus listrik itu bisa beroperasi? Jawabnya ada pada teknologi sensor dan perangkat lunak.
Kendaraan yang mengemudi sendiri terus mengalami kemajuan, apalagi dengan keberhasilan program percobaan yang dilakukan perusahaan jasa transportasi Uber pada akhir 2016 di Pittsburgh. Namun, mobil tanpa pengemudi tetaplah mobil, yang hanya bisa mengangkut beberapa orang sekali jalan.
Bus tanpa pengemudi dapat menjadi solusi bagi ledakan jumlah mobil yang memadati jalan-jalan kota besar, karena bus ini dapat mengangkut banyak penumpang pada rute yang fleksibel. Karena itulah, bus listrik menjadi bagian dari masa depan transportasi berteknologi tinggi.
Tidaklah mengejutkan bahwa bus ini diuji di Helsinki, Finlandia, yang telah menjadi garis depan dalam upaya menggunakan teknologi untuk mengubah wajah transportasi publik.
Saat ini, bus otonom atau tanpa pengemudi sudah dioperasikan di sejumlah wilayah Finlandia, misalnya untuk mengangkut mahasiswa di sekitar kampus atau karyawan di area industri.
Helsinki adalah salah satu kota pertama yang menjalankan bus otonom di lalu lintas jalan umum. Proyek lain di Sion, Swiss, sempat berjalan selama beberapa bulan sebelum dihentikan sementara karena kecelakaan kecil.
Bus Helsinki adalah proyek gabungan beberapa universitas dengan bantuan dana dari Uni Eropa. Proyek dua tahun senilai 1,2 juta dollar AS yang diberi nama Sohjoa itu hanyalah salah satu manifestasi dari gerakan mengurangi penggunaan mobil, kemacetan lalu lintas, dan gas rumah kaca.
"Tujuannya agar semakin sedikit orang yang menggunakan kendaraan pribadi di kota-kota besar karena mereka merasa tidak membutuhkannya lagi," ujar Harri Santamala, koordinator proyek dan direktur program Smart Mobility di Helsinki Metropolia University of Applied Sciences.
Tahun lalu, sebuah bus Sohjoa yang bisa memuat sampai 12 penumpang melakukan debut pada sebuah rute lurus setengah kilometer di distrik Hernesaari di Helsinki, memutar 180 derajat di kedua ujung rute.
Perjalanan ini menghubungkan sebuah sauna dan restoran yang populer di satu ujung dengan beberapa restoran di ujung lain, dan menarik minat sejumlah penumpang yang ingin tahu.
"Kami memilih rute pertama karena kami bisa mempelajari banyak permasalahan lalu lintas yang berlainan tergantung pada jam," kata Santamala.
Bus-bus otonom produksi Perancis ini memang tak secanggih mobil Uber, atau mobil lain yang dikembangkan oleh Google dan perusahaan lain.
Pada dasarnya, mereka bisa pergi ke mana saja dengan membandingkan apa yang dideteksi oleh sensor-sensornya tentang kondisi jalan dan database yang telah dikumpulkan oleh beberapa mobil dalam suatu periode.
Walau sudah dilengkapi sensor laser dan GPS yang menjaga laju mereka tetap di dalam rute, bus otonom masih memiliki sejumlah keterbatasan. Yang pasti, laju mereka masih lambat dengan kecepatan tak lebih dari 25 km/jam.
Bus otonom juga masih "tak berdaya" saat ada sebuah mobil yang parkir secara strategis dan menghalangi rute bus. Ia harus menunggu sampai mobil itu pergi, atau operator harus menggunakan kendali jarak jauh untuk mengemudikan bus melewati mobil itu.
Meski begitu, Santamala melihat tidak ada alasan mengapa teknologi kemudi otonom ini tidak bisa diterapkan ke bus yang lebih besar di kemudian hari.
Untuk sekarang, fokus mereka adalah layanan "kilometer terakhir" - yakni mengambil penumpang dari satu perhentian bus reguler dan membawanya ke suatu titik yang lebih dekat dengan rumah, toko, kantor atau sekolah.
Salah satu perbedaan yang nyata bagi setiap penumpang bus otonom percobaan di Helsinki adalah tidak adanya pengemudi yang bisa diklakson, diberi sinyal lampu, atau diteriaki sebagai tanda protes akan lambannya laju kendaraan tersebut.
Ragam Aplikasi dalam Transportasi
Selain bus listrik otonom, ada beberapa upaya lain yang melibatkan kecanggihan teknologi untuk memajukan transportasi publik.
Helsinki sendiri sudah menjadi saksi berbagai aplikasi transportasi terkini. Salah satunya adalah layanan minibus sesuai permintaan, Kutsuplus, yang telah beroperasi selama empat tahun. Dengan menggunakan telepon pintar, pelanggan bisa memilih lokasi penjemputan dan pengantaran.
Kemudian, sebuah piranti lunak akan menggabungkan permintaan dari pelanggan dan memperhitungkan rute yang optimal untuk salah satu dari 15 minibusnya.
Walaupun layanan ini cukup populer dan mendapat semakin banyak penumpang, Kutsuplus yang masih disubsidi oleh pemerintah kota Helsinki ini terkena pemotongan anggaran di akhir tahun 2015.
Split, sebuah perusahaan sempalan, juga membuat layanan serupa di Amerika Serikat, tepatnya di Washington, namun Split dihentikan pada Oktober 2016. Uber dan Lyft, pesaing dalam jasa tumpangan, juga mengembangkan layanan menumpang-bersama serupa yang menggunakan pengemudi dari perusahaan dan mobil pribadi mereka.
Kembali ke Helsinki, upaya lain yang masih berkelanjutan adalah sebuah proyek ambisius yang dibuat perusahaan Finlandia, MaaS Global, yang menawarkan layanan transit lengkap dengan biaya bulanan.
Dengan konsep yang dijuluki "mobility as a service," layanan ini mengambil inspirasi dari perubahan-perubahan yang telah terjadi di dalam industri telekomunikasi selama beberapa dekade terakhir, ungkap Sahala.
"Dulu, Anda harus membayar untuk semua panggilan telepon yang Anda lakukan," katanya. "Tetapi dengan lahirnya telepon genggam, model bisnis mulai berubah. Sekarang Anda membayar harga yang tetap, dan semua layanan sudah termasuk di situ."
Melalui aplikasi Whim, MaaS Global memungkinkan pelanggan untuk memesan jasa transportasi dari titik A ke B dan menjamin bahwa ia akan mendapatkannya, dengan menggunakan kombinasi dari tram, bus, taksi, mobil sewaan, serta layanan menumpang-bersama.
Komentar