Kecemasan Berasal dari Diri Kita Sendiri
Randi, sedang bergumul untuk mempertahankan rumah tangganya, setelah perselingkuhannya diketahui oleh istrinya. Perselingkuhan tersebut berawal hanya dari sebuah pertemanan biasa dengan seorang rekan sejawatnya di kantor. Diawali dengan beberapa kali makan siang bersama, hubungannya dengan sang rekan lama kelamaan semakin dekat, hingga sang istri mengetahuinya dan menggugat cerai. Ia pun terancam kehilangan hak asuh anak dan dipecat dari kantor tempatnya bekerja.
Sari, tengah dibelit hutang yang sangat besar, dan hidup dalam ketakutan karena terus diburu dan diteror oleh para penagih hutang. Hutang yang dimulai hanya dalam jumlah kecil, karena ia sangat menginginkan sebuah tas bermerek yang tidak ia mampu beli, lama kelamaan menjadi besar karena bunga yang terus bertambah.
Dari dua contoh diatas kita dapat belajar, bahwa kadang kala sumber masalah kita bukanlah orang lain atau iblis, tetapi diri kita sendiri. Kita berkompromi dengan hal-hal yang kelihatannya sepele, tetapi dapat menyeret kita kepada dosa, yang akibatnya tentu adalah penderitaan.
Nabi Yeremia memperingatkan kerajaan Yehuda di wilayah selatan tentang penolakan mereka yang terus menerus terhadap batasan-batasan yang Allah tetapkan bagi mereka. Namun, umat Tuhan memiliki hati yang melawan dan memberontak (ayat 23). Tidak ada rasa takut akan Allah dalam diri mereka, padahal Allah telah memberikan batasan-batasan moral dalam firmanNya, supaya ketika kita menjalani hidup dalam batasanNya, kita dapat menikmati berkat-berkatNya.
Ingat, bahwa satu langkah kecil dalam ketidaktaatan akan batasan-batasan yang Allah tetapkan, sesungguhnya adalah langkah besar menuju penderitaan.
Komentar